Saturday, January 20, 2007

Kisah Pak Utih

I'd like to dedicate this classic poem to all politicians especially the ones in Mesia Tanahairku.


Pak Utih

I

Punya satu isteri mau dakap sampai mati,
Lima anak mau makan setiap hari,
Teratak tua digayuti cerita pusaka,
Sebidang tanah tandus untuk huma.

Kulit tangan tegang berbelulang,
Biasa keluarkan peluh berapa saja,
O Pak Utih,
petani yang berjasa.

Tapi malaria senang menjenguk mereka,
Meski dalam sembahyang doa berjuta,
Dan Mak Utih bisa panggil dukun kampung,
Lalu jampi matera serapah berulang-ulang.
Betapa Pak Dukun dan bekalan pulang,
Wang dan ayam dara diikat bersilang.

II

Di kota pemimpin berteriak-teriak,
Pilihanraya dan kemerdekaan rakyat,
Seribu kemakmuran dalam negara berdaulat,
Jambatan mas kemakmuran sampai ke akhirat.

Ketika kemenangan bersinar gemilang,
Pemimpin atas mobil maju ke depan,
dadanya terbuka,
Ah, rakyat tercinta melambaikan tangan mereka.

Di mana-mana jamuan dan pesta makan,
Ayam panggang yang enak di depan,
Datang dari desa yang dijanjikan kemakmuran.

Pak Utih masih menanti dengan doa,
Bapak-bapak pergi ke mana di mobil besar?

Tongkat Warrant a.k.a. Usman Awang
1954

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home